Senin, 24 Maret 2008

Tulisan Bahudin Kay Pahauman

ADAT MANGKOK MERAH
Berdasarkan jenis alat paraganya, pada mulanya adat ini bernama mangkok ( Mangkuk -red )
Jaranang. Jaranang adalah nama sejenis akar, getahnya berwarna merah itu dipergunakan untuk mewarnai dasar mangkok pada bagian dalam sebagai pengganti cat merah, dengan demikian maka disebut mangkok merah.
Pada jaman dahulu, apabila dalam suatu kasus terutama mengenai kasus adat “berdarah Merah” misalnya kasus pembunuhan raga nyawa dan kasus adat “berdarah putih” misalnya kasus perkosaan ataupun kasus hamil diluar nikah ( berzinah ), jika pihak pelaku tidak bersedia diselesaikan secara adat maka pihak ahli waris korban merasa dihina dan dilecehkan kehormatannya, atas harkat dan martabatnya. Kesepakatan dan musyawarah ahli waris mereka segera melakukan aksi penyerangan / pembalasan dengan menghimpun massa dalam lingkungan ahli waris melalui adat MANGKOK MERAH.

B. ALAT PERAGA DAN MAKNANYA
Alat peraga mangkok merah terdiri dari :
v Sebuah mangkok sebagai tempat/ sarana untuk meletakan alat – alat paraga lainnya.
v Dasar mangkok bagian dalam yang telah dicat merah dengan getah jaranang mengandung pengertian “ pertumpahan darah”
v Bulu sayap ayam yang mengandung pengertian “ cepat , kilat, segera , seperti terbang”
v Tabur atap ( ujung atap daun rumbia -red) yang mengandung pengertian sebagai payung supaya terlindung dari hujan.
v Longkot api ( bara kayu api bekas dipakai untuk memasak -red ) yang mempunyai pengertian sebagai lampu penerangan untuk dipakai pada waktu petang / gelap

C. MAKSUD DAN TUJUAN
Gerakan mangkok merah itu timbul akibat adanya suatu tindakan pelecehan dan penghinaan oleh seseorang terhadap ahli waris pihak korban, karena si pelaku tidak bertanggung jawab dan tidak bersedia menyelesaikan perbuatannya secara hukum adat.
Maka demi membela kehormatan, harkat dan martabat ahli waris mereka menggelar adat mangkok merah untuk menghimpun / mengerahkan massa guna mengadakan suatu perlawanan terhadap pihak pelaku. Setelah adanya gerakan mangkok merah, biasnya pihak ahli waris pelaku segera memasang adat pamabakng sebagai tanda pengakuan bahwa pihaknya bersedia diselesaikan secara hukum adat. Ini berarti bahwa tujuan adat mangkok merah bukanlah semata – mata untuk mengadakan penyerangan dan perlawanan , tetapi untuk memaksa mereka agar tunduk dan patuh terhadap hukum adat , yang mampu membuat situasi tenang, aman dan damai .

D. PELAKSANAAN
Setelah bulat mufakat pihak ahli waris korban,maka dibuatlah adat mangkok merah dengan alat paraganya secara lengkap. Gerakan adat mangkok merah ini menjadi tanggung jawag ahli waris yang dipimpin oleh ahli waris dua madi’ ene’( Sepupu dua kali –red )sebagai kepala waris atau waris kuat.
Page waris samadiatn ( keluarga besar –red ) itu dapat digambarkan menurut garis lurus yaitu sebagai berikut :
saudara sekandung ( tatak pusat ) disebut samadiatn
sepupu sekali ( sakadiriatn ) disebut kamar kapala
sepupu dua kali ( dua madi’ ene’ ) disebut waris
sepupu tiga kali ( dua madi’ ene’ saket ) disebut waris
sepupu empat kali ( saket ) disebut waris
sepupu lima kali ( duduk dantar ) disebut waris
sepupu enam kali ( dantar ) disebut waris
sepupu tujuh kali ( datar page ) disebut waris
sepupu delapan kali ( page ) disebut waris
sepupu sembilan kali dan seterusnya disebut dah baurangan / bukan page waris. Dari uraian diatas jelas bahwa yang mulai disebut waris adalah turunan sepupu dua kali atau dua madi’ ene’ sehingga ahli waris pada level ini disebut kepala waris atau waris kuat. Merekalah yang berhak memimpin gerakan adat mangkok merah ini. mereka menunjuk siapa yang akan berangkat mengantarkan mangkok merah dan siapa-siapa saja yang dituju.
Mangkok merah harus diantar dengan segera cepat dan kilat kepada yang dituju, karena kabar yang dibawa adalah kabar tentang parakng bunuh( pertumpahan darah –red ) sebagai mana telah terkandung dalam makna alat paraganya. Sebelum berangkat, pembawa kabar ( kurir ) dibekali pesan secukupnya antara lain siapa ahli warisnya yang dituju, dia tidak boleh menginap walau halangan apapun, dan ahli waris yang dituju oleh mangkok merah harus segera berangkat ditempat yang telah ditentukan untuk berkumpul, dan ia tidak boleh menolak demi membawa kehormatan ahli waris ia harus siap berangkat dengan membawa senjata.
E. SIFAT MANGKOK MERAH
Sebelum massa yang dihimpun dengan gerakan adat mangkok merah ditempat sasaran terlebih dahulu diadakan upacara adat pemberangkatan dan kadang kala disertai dengan upacara adat Tariu atau memanggil roh – roh halus seperti kamang dan sebagainya agar dapat membantu mereka. Suasana keberangkatan itu penuh dengan upacara ritual yang bersifat sakral.
Demikian pula pada saat kurir mendatangi anggota ahli waris yang dituju , ia seolah – olah terpaksa harus ikut berangkat demi membela kehormatan, harkat dan martabat ahli waris. Jika tidak berangkat maka ia akan dikucilkan dan tidak dipedulikan oleh ahli warisnya. Dengan demikian sifat yang terkandung di dalam adat mangkok merah itu adalah bersifat sakral, memaksa, dan mengikat.
ADAT PAMABAKNG
Sebagaimana yang telah dijelaskan terdahulu bahwa adat mangkok merah dan adat pamabakng ibarat dua sisi yang berseberangan dan mengandung makna yang bertentangan namun mempunyai hubungan keterkaitan yang sangat erat.
Secara umum adat mangkok merah dapat diartikan negatif karena tujuannya mengacu pada perkelahian, sementara adat pamabakng dapat diartikan sebagai hal yang positif karena tujuannya mengacu pada perdamaian. Namun secara adat,adat Pamabakng merupakan altenatif lain untuk dapat membendung dan menggagalkan gerakan mangkok merah.
B. KRONOLOGIS PEMASANGAN ADAT PAMABAKNG
Apabila terjadi kasus yang sangat rawan terutama dalam kasus adat berdarah merah seperti kasus parakng – bunuh ( kasus pembunuhan) maka pengurus adat yaitu timanggong yang dibantu oleh pasirah dan pangaraga, harus segera bertindak. Ia segera memerintahkan pihak ahli waris pelaku untuk memasang pamabakng. Pemasangan pamabakng diupayakan tidak melebihi tenggang waktu 24 jam. Pemasangan adat pamabakng dilaksanakan di persimpangan jalan masuk menuju rumah kediaman si pelaku, dan jika keadaannya sangat gawat, selain dipersimpangan jalan masuk, pamabakng dapat dipasang di ujung pante( pelataran -red)
C. ALAT PERAGA, MAKNA DAN PENGERTIANNYA
Alat peraga adat pamabakng terdiri dari :
Sebuah tempayan Jampa( salah satu Tempayan antik –red )yang diletakkan diatas kayu jarungkakng tiga( tiga potong kayu sebagai penyangga -red ). Kayu jarungkakng boleh dari kayu sembarangan
Tempayan Jampa harus ditutup dengan Pahar( Tempat sesaji –red )dengan posisi telungkup, bukan telentang.
Sebuah palantar ( sesaji persembahan -red) yang ditempatkan dalam sebuah talam dan sebuah Topokng( kotak antik tempat sirih –red ).
Seekor ayam jantan berwarna putih untuk persembahan.
Sebuah umbul-umbul berwarna putih.
Disekitar pamabakng terhampar Bide( tikar yang terbuat dari rotan dan kulit kayu –red ) untuk duduk.
Di dekat tempayan Jampa ditancapkan 1 batang buluh bala( bambu kuning –red ) yang masih lengkap dengan daunnya.
Makna alat peraga itu dapat diuraikan sebagai berikut :
F Tempayan Jampa melambangkan alat peraga adat yang mengandung nilai tertinggi diantara alat peraga adat lainnya, sekaligus sebagai simbol pengganti batangan tubuh dan dapat diartikan pula sebagai tanda bahwa ia bersedia membawahi hukum adat.
F Tutup pahar dengan posisi telungkup dapat diartikan bahwa kasus itu dapat diselesaikan dan sudah ditutup agar tidak berkembang.
F Topokng sirih diartikan sebagai penyapa tamu ( massa ) yang datang agar kasus itu dapat diselesaikan dengan cara bermusyawarah melalui hukum adat.
F Beras banyu yang terdapat dalam palantar maknanya sebagai perempuan agar emosionalnya dapat diredam.
F Buluh bala ( bambu kuning ) dimana warna kuning adalah merupakan lambang kejayaan adat, artinya adat / hukum adat harus dihormati dan dijunjung tinggi.
F Umbul-umbul putih mengandung arti bahwa pihak pelaku telah mengakui kesalahannya dan memohon agar dapat diselesaikan secara damai sesuai hukum adat yang barlaku.
F Ayam jantan putih dimaksudkan agar tidak merangsang emosional pihak ahli waris korban dan agar tercipta suasana damai.
Pamabakng harus ditunggu oleh timanggong didampingi oleh tokoh adat atau masyarakat lainnya serta dibantu oleh seorang panyangahatn. setelah bala atau massa mangkok merah datang dilokasi pamabakng, timanggong segera menyambut dan menyapanya dengan topokng. Kemudian mempersilahkannya untuk duduk, panyangahatn segera mengurapi dengan beras banyu.
Selanjutnya timanggong menjelaskan maksud dan tujuan pemasangan pamabakng kepada massa mangkok merah, yang intinya antara lain yaitu :
F Bahwa si pelaku menyadari dan mengakui atas kesalahannya
F Bersedia diselesaikan sesuai dengan hukum adat yang berlaku.
Biasanya bala / massa mangkok merah sangat menghormati pamabakng dan dapat menerima keputusan timanggong mengenai adat raga nyawa dan bala massa mangkok merah pun beranjak pulang.
Pihak pelaku segera setelah itu mengulur buat ( menyerahkan pembayaran ) melalui pengurus adat kepada pihak ahli waris korban.
PENUTUP
Beberapa hal yang dapat disimpulkan berdasarkan pemaparan dan uraian tentang adat mangkok merah dan pamabakng antara lain :
Mangkok merah merupakan alat komunikasi dan informasi yang bersifat sakral dan memaksa untuk pengerahan massa dalam keadaan gawat.
Adat Pamabakng adalah adat yang bersifat sakral dan mengikat yang harus dipatuhi sebagai alat mediator dalam penyelesaian konflik yang sangat rawan.
Apabila adat Pamabakng dilanggar, maka dapat menimbulkan tuntutan adat raga nyawa menjadi ririkng ( batal -red ) demi hukum adat
Yang berhak memimpin gerakan adat mangkok merah adalah ahli waris dua madi’ ene’ ( sepupu dua kali ) sebagai kepala waris / waris kuat.
Anggota ahli waris yang tidak mengikuti panggilan mangkuk merah dianggap tidak punya malu dan tidak menjunjung kehormatan, harkat dan martabat ahli waris.
Keampuhan adat mangkok merah telah teruji dalam suatu tragedi besar nasional, dapat mengerahkan massa demi kepentingan bela negara untuk menumpas gerakan G- 30 – S / PKI di Kalimantan Barat pada tahun 1967.
Keampuhan adat pamabakng telah teruji dalam suatu tragedi berdarah antara Armed dengan masyarakat di Ngabang pada tahun 1996.
Munculnya harapan dan keraguan, dapatkah adat mangkuk merah dan pamabakng mengembalikan citranya semula ditengah–tengah masyarakat di era globalisasi dan reformasi sekarang ini.

1 komentar:

Mizz Coki mengatakan...

Jaranang, kae nya sama aja bunyi nya.. kalo bahasa Iban (Dayak Laut) merah itu Jerenang.

Wah, ngga sia-sia kita ditemukan serumpun, salam kenal, lupa ngasih link nya ke kamu.

Aku Patricia, dari Kota Kuching, Sarawak, Malaysia.

JAM DIRI